Menikmati Warna-warni Pasar Tradisional & Jajanan khas Nusantara

Menikmati segarnya es dawet dengan campuran potongan buah nangka yang manis di tengah hiruk pikuk Pasar Pagi Gang Baru, Semarang, atau gurihnya pecel serta gudeg buatan Bu Yamtini depan Pasar Beringharjo, Jogjakarta, atau empuknya kue apang serta kue cucur di antara semerbak aroma kayumanis di Pasar Beriman, Tomohon, ...adalah sebagian kenangan yang tidak pernah terlupakan tentang perjalanan saya mengunjungi berbagai tempat baru di negeri ini.

Menikmati jajanan kaki lima juga menyusuri lorong-lorong pasar tradisional bisa menjadi pilihan yang menyenangkan saat berlibur atau sekedar kunjungan singkat ke berbagai tempat di Indonesia. Percaya atau tidak, kedua hal tersebut yang selalu menjadi 'top list' yang saya akan 'targetkan' setiap mengunjungi daerah baru.
Jiwa sebuah kota dapat dirasakan pada pasar-pasar tradisional setempat dan keaslian kuliner lokal dapat dinikmati di tepi-tepi jalan ataupun lorong-lorong pasar tradisional. 
Tak jarang, sajian terlezat itu bisa didapat di jajanan kaki lima.
Sebuah tempat dapat saja mengalami moderenisasi, tapi keasliannya tetap dapat dilihat dan dirasakan saat kita memasuki pasar tradisional setempat.
Es Dawet di tengah Pasar Gang Baru, Pecinan Semarang, Jawa Tengah.
Setiap tempat ataupun tujuan wisata biasanya memiliki ikon kota dan berbagai macam objek wisata utama. Kegemaran saya mengunjungi Pasar Tradisional ini, bukan berarti saya tidak mengunjungi berbagai tujuan wisata tersebut, hampir dapat dipastikan tidak ada yang lolos dari bidikan kamera saya.
Khusus untuk tulisan kali ini, saya akan mengobati rindu banyak teman-teman akan keunikan Pasar Tradisional dan Jajanan khas Indonesia sekaligus memperkenalkan betapa asyiknya melihat warna-warni pasar tradisional Indonesia.

Untuk sebagian orang, pasar bukanlah tempat yang 'ditargetkan' untuk dikunjungi. Gambaran pasar tradisional sebagai sebuah tempat yang kotor, becek serta bau membuat tempat ini dianggap tidak cocok untuk dikunjungi saat liburan. Oh, jangankan dikunjungi, dilirik pun jarang!

Kue Apang, empuk dengan aroma khas aneka rempah. Dapat langsung dinikmati hangat di Pasar Beriman, Tomohon.
Dan saya pun kembali berpikir, kenapa saya begitu menyukai kunjungan ke pasar-pasar tradisional di hampir semua tempat, desa maupun kota yang saya kunjungi.

Secara umum, jenis barang yang dijual di pasar tradisional adalah sama; mulai dari buah-buahan, sayur-sayuran, daging, ikan, seafood, bumbu dapur hingga kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Yang membuat sebuah pasar unik dan berbeda dibandingkan dengan pasar tradisional lainnya adalah barang dagangan 'khusus' yang dijual untuk kebutuhan masyarakat/etnik tertentu yang tinggal di sekitar pasar tersebut.
Jadi lokasi sebuat pasar tradisional-lah yang berkontribusi pada keunikan aktifitas pasar tersebut.

Untuk dapat mengerti keunikan sebuah pasar tradisional, mari mencoba sedikit mengenal masyarakat sekitar yang kehidupannya didukung oleh keberadaan pasar tersebut terutama budaya makan yang mereka jalankan juga hasil alam sekitar daerah tersebut. Sesuatu yang tidak sulit tapi akan membuka wawasan berpikir kita sekaligus memberi warna pada acara-acara perjalanan yang kita lakukan.

Berikut, mari kita intip 9 Pasar Tradisional Indonesia dengan keunikannya masing-masing.

Pasar Punclut, Bandung, Jawa Barat.
Berlokasi di ketinggian 1000m di atas permukaan laut, diliputi udara dingin yang bersih, membuat pengunjung 'pasar kaget' terlihat begitu menikmati suasana pasar. Sebagian adalah pengunjung tetap pasar ini, sebagian lagi adalah orang-orang yang kebetulan mampir sehabis berolah raga di sekitar perkebunan tak jauh dari pasar ini. 
Pasar Punclut, singkatan dari Puncak Cimbuleuit Utara adalah pasar tradisional yang buka pada hari Sabtu dan Minggu saja. Sebuah pasar yang hanya 'muncul' selama beberapa jam di pinggiran jalan selebar 4 meter. Setelahnya, jalan ini kembali kosong dan berfungsi normal.

Jejeran boneka tradisional 'cepot' tersenyum menyambut pengunjung pasar dan tak jauh dari situ mulailah aneka jenis barang dagangan terhampar di kedua sisi pinggir jalan. 
Alunan musik khas Sunda, berpadu dengan suara pengamen pagi itu membuat suasana menjadi lebih meriah. Saya terhenti di jejeran kue-kue tradisional. Keharuman Serabi Oncom yang sudah sangat jarang ditemukan di zaman modern ini membuat saya mempercepat langkah, menghampiri Ibu penjual serabi. Hanya dalam hitungan beberapa menit, kami duduk dekat tungku pembakaran serabi sembari menikmati serabi hangat bertabur sambal oncom. Salah satu sarapan yang sangat berkesan dalam hidup saya. Enak sekali!

Tak hanya makanan jadi yang menjadi andalan, berbagai makanan khas Jawa Barat dapat ditemukan di sana. Ikan peda, tutut (keong sawah), cilok (aci dicolok), satu kulit, hingga aneka sayuran yang sudah tidak lazim ditemukan di supermarket, dapat ditemukan di sana. 
Setiap langkah menyusuri pasar ini, aneka barang yang berbeda dan unik dapat ditemukan.
Waktu yang tepat untuk mengunjungi Pasar Punclut adalah jam 6 hingga 10 pagi, ketika udara masih sangat sejuk dan aneka dagangan masih tersedia.

Pasar Kanoman, Cirebon, Jawa Barat
Letaknya di sekitar Keraton Kanoman (salah satu dari 4 keraton di Cirebon), membuat pasar ini pun mendapat nama 'Kanoman' tersebut. Inilah pasar terbesar di Cirebon. Senyuman ramah Mang Becak, menyambut kami saat menyusuri jalan sekitar pasar.

Seperti layaknya pasar tradisional pada umumnya, keramaian telah dimulai sejak subuh.
Cirebon, yang terletak di pesisir pantai utara pulau Jawa, adalah kota pelabuhan yang juga dikenal dengan sebutan 'Kota Udang'.




Pada akhirnya, kemanapun kaki melangkah di Pasar Kanoman, pemandangan seperti ini akan kembali terlihat. Berbagai jenis ikan serta seafood, dari yang berukuran mini hingga besar tersedia di sana. Wajar kan, namanya juga Kota Udang. Yang menarik, sebagai pasar yang letaknya di Jawa Barat, kekhasan oncom tetap hadir di sini. (foto baris tengah paling kiri).

Aneka kerupuk udang, serta olahan makanan laut dapat menjadi alternatif oleh-oleh dengan mudah ditemukan di pasar ini.
Sebagai informasi Cirebon yang cukup bersahabat dengan wisatawan, membuat kita mudah berkeliling kota. Becak adalah moda transportasi paling asyik untuk mengenal kota ini. Aneka kuliner seperti Empal Gentong, Tahu Gejrot, Nasi Jamblang, serta Nasi Lengko dengan mudah kita capai dengan menggunakan kendaraan roda tiga tersebut.

Pasar Gang Baru, Semarang, Jawa Tengah.
Ada banyak senyuman saat menyusuri Pasar Pagi di kawasan Pecinan Semarang ini. Letaknya yang hanya sepanjang jalan kecil di antara pertokoan dan hanya buka selama beberapa jam setiap harinya. Siang hingga malam, jalan kecil ini kembali berfungsi normal, sebagai jalan umum.

Pasar Gang Baru bukanlah pasar utama di kota Semarang. Pasar ini saya datangi sehari setelah kunjungan saya ke Pasar Johar, pasar terbesar di Semarang dengan interiornya yang menawan. Tetapi di pasar inilah, wisata kuliner menjadi panggilan utama pada para pengunjungnya. Berbagai makanan kecil hingga yang berat pun ada. Kaya citarasa khas Indonesia khususnya khas Pecinan Jawa Tengah.
Bacang yang masih terlihat sangat baru, bolang-baling (donat khas berbentuk persegi), aneka bakpao hingga jajanan manis pencuci mulut seolah tidak ada habisnya di sini.
Saya menyempatkan menikmati es dawet di ujung pasar ini, sungguh segar setelah menghabiskan 2 jam lebih menyusuri pasar yang unik ini. 

Porter atau pembawa barang belanjaan di pasar ini semuanya adalah wanita. Bayangkan, betapa kuatnya mereka memikul belanjaan di punggungnya.
Saya meninggalkan Pasar Gang Baru dengan kesan yang sangat positif. Letaknya di kawasan Pecinan membuat jenis dagangan yang dijual sangat beragam dan khas. Sayuran segar membaur dengan aneka sayur olahan seperti sayur asin, kue-kue tradisional berpadu dengan aneka kue pia ataupun kueku yang sangat khas pecinan. Indah!

Pasar Beringharjo, Jogjakarta
Semua wisatawan yang datang ke Jogjakarta hampir pasti mengenal Pasar Beringharjo. Letaknya di Jl.Malioboro membuatnya mudah untuk dihampiri. Pasar yang menyediakan aneka batik ini memang selalu diburu para pengunjungnya. Harganya jauh lebih murah dibanding batik di toko sekitarnya. Saya sendiri sangat menyukai menyusuri sisi kanan Beringharjo, yang banyak menjual barang-barang lawas.
Nah, siapa sangka pasar ini mulai menjadi pusat perdagangan sejak tahun 1925. Beringharjo memiliki makna harafiah hutan pohon beringin yang diharapkan memberikan kesejahteraan bagi warga Jogjakarta
Buat saya yang sangat menarik adalah pencarian gudeg terlezat saya temukan di depan pasar ini. Ini memang masalah selera, tapi buat lidah saya yang mencari gudeg yang tidak terlalu manis, di sinilah tempatnya. Tangan cekatan Bu Yamtini membuat piring-piring pesanan para pembeli dengan cepat terisi masakan khas Jogja. Ada yang memesan gudeg, ada yang ingin pecel tanpa ini itu, ada yang minta tambahan gorengan, semua dilayani dengan cepat. Sungguh masakan Bu Yamtini sangat saya rindukan.

Jogja memang istimewa. Hampir semua sudut kota menyajikan makanan serta minuman khas kota tersebut dengan harga yang sangat terjangkau. Sate yang dipikul kesan-kemari, wedang ronde hangat di pinggir trotoar Malioboro, hingga aneka makanan 'lesehan' ada di sini. 
Saya yakin, semua kangen Jogja!

Pasar Gawok, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Sukoharjo adalah sebuah kabupaten yang letaknya 10 km di sebelah selatan Surakarta/Solo. Pasar Gawok yang terletak di Sukoharjo ini merupakan salah satu pasar yang sangat unik. Untuk saya, pasar ini 'serba ada' sekaligus 'serba unik'. 
Bayangkan di pasar ini kita dapat menyaksikan adu ayam, 'Pandai Besi' yang membuat aneka perkakas, pedagang aneka ternak, hingga pedagang aneka makanan. Dari jajanan kue-kue kecil hingga sate dan tongseng yang lezat!

Uniknya lagi, pasar ini ramai pada penanggalan Jawa tertentu, yaitu Legi dan Pon. Konon hari Minggu Pon, adalah hari pasar yang paling ditunggu-tunggu. Akan ramai sekali dan pedagang pun jauh lebih banyak.

Suasana yang sangat kental Jawa membuat saya cukup betah di sini. Menyaksikan kegesitan tukang cukur bawah pohon sembari menikmati segarnya es dawet. Melihat aneka warna bongkahan getuk potong yang dari jauh terlihat seperti keju edam aneka warna.

Saya meninggalkan pasar ini dengan perut kenyang setelah melahap sate yang lezat serta menenteng 2 kantong aneka peralatan dapur berbahan enamel. Di sini, waktu seolah berjalan lebih lambat dan suasana masa lalu terasa begitu kental.

Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah

Pasar Gede, memang sesuai dengan namanya. Sebuah pasar berukuran besar.
Suasana Jawa memang sangat terasa sejak kita melangkah, memasuki area pasar. Pembagian blok antara jenis dagangan satu dengan yang lain sangat jelas di Pasar ini.
Pasar Gede kurang lebih seumuran dengan Pasar Beringharjo, Jogjakarta. Pasar ini mulai beroperasi sejak 1927.





Dari beragam jenis jajanan di pasar ini, Es Dawet Telasih atau sebagian orang menyebutnya dengan Es Dawet Selasih memiliki pamor paling tinggi dan selalu dicari pengunjung pasar.
Ibaratnya, belum ke Pasar Gede kalau belum mencoba Es Dawet Selasih.
Es Dawet Selasih adalah minuman dingin yang terdiri dari campuran cendol hijau, ketan hijau, biji selasih, bubur sumsum yang kemudian diguyur dengan saus santan serta sirup gula serta dilengkapi dengan beberapa potong es batu. Sungguh menyegarkan setelah puas berkeliling pasar.


Masih sangat banyak yang bisa dinikmati di Pasar Gede ini. Aneka bahan jamu, kue-kue tradisional hingga aneka keripik dan peralatan dapur berbahan tanah liat yang dapat dijadikan oleh-oleh.

Pasar Badung, Denpasar, Bali.

Liburan ke Bali kemudian mengunjungi pasar tradisional? Serius?
Sebenarnya pasar tradisional di Bali sangatlah menarik untuk didatangi. Pasar Ubud mungkin menjadi favorit wisatawan. Atau Pasar Sukowati yang menjadi pusat oleh-oleh bagi wisatawan.
Untuk aneka kuliner yang menggoda, Pasar Badung tergolong lengkap!

Seperti halnya pasar tradisional di Pulau Dewata, suasana tradisi 'Hindu Bali' tetap terasa kental di sini. Asap dupa serta wewangian bunga senantiasa menemani langkah kami dinyusuri lorong-lorong pasar.
 
Sembahyang dan upacara persembahan secara tradisi 'Hindu Bali' memberi warna dan pengalaman tersendiri bagi wisatawan yang mampir ke Pasar Badung.
Kuliner? Tidak perlu khawatir. Aneka sate bali dengan wangi yang begitu menggoda dengan mudah ditemukan di sini. Aneka kue-kue tradisional juga aneka cemilan bisa jadi pilihan yang tepat.



Sebelum meninggalkan pasar, Nasi Campur Bali dapat menjadi pilihan makan siang. Makanan ala rumahan dengan aneka lauk yang sangat lengkap ini tidak boleh sampai terlewatkan.

Pasar Beriman, Tomohon, Sulawesi Utara
Pasar ini terkenal dengan sebutan Pasar Ekstrim.
Kenapa? Karena salah satu bagian dari pasar ini menjual aneka binatang (untuk diolah menjadi makanan) yang buat sebagian besar masyarakat Indonesia, sangat tidak biasa. Sebut saja, anjing, ular, hingga tikus hutan. Untuk saya pribadi, inilah bagian sisi lain dari keragaman yang kita miliki. Bukan untuk diperdebatkan. Masyarakat setempat memang mengkonsumsi jenis binatang tersebut, jadi wajar saja jika binatang tersebut tersedia di pasar. Seperti saya ceritakan di awal tadi, lokasi pasar lah yang berkontribusi pada keunikan yang dihadirkan.
 
Selain keunikan itu, aneka bumbu masak yang dijual pun berbeda dengan yang sering kita temui di pasar tradisional di pulau Jawa. Lemon Cui serta 'Rampa-rampa campur' (campuran bumbu-bumbu yang dijual sepaket, terdiri dari sereh, daun kemangi, daun kunyit, serta daun jeruk). Bahan masakan ini sangat sering diperlukan di hampir semua masakan Minahasa. Juga aneka rempah seperti cengkeh, kayu manis dan pala, cukup banyak ditemukan di pasar ini.
  
Nah bagian paling menyenangkan adalah bagian tengah pasar yang khusus menjual aneka kue-kue tradisional Minahasa. Sambil menyaksikan 'live show' pembuatan kue-kue tersebut, kita dapat langsung menikmati aneka kue yang baru saja diangkat dari panggangan ataupun penggorengan. Kue Apang serta kue cucur dengan keharuman khas rempah-rempah menjadi favorit di bagian tengah pasar. Di bagian samping pasar, dapat ditemukan lalampa, panada serta aneka makanan lainnya. 
Bayangkan betapa asyiknya berwisata kuliner di pasar ini.

Pasar Pagi, Rantepao, Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Sirih, kopi, lada katokkon (cabe khar Tana Toraja) serta deppa tori (kue kering khas Tana Toraja), adalah 4 jenis barang yang menjadi ciri khusus pasar tradisional di Tana Toraja. Hal ini diluar kerbau yang binatang ikon Tana Toraja.
Pasar Bolu di Rantepao adalah pasar terbesar dan terlengkap, berdampingan dengan pasar hewan. Tetapi suasana di Pasar Pagi ini selalu mengusik saya untuk mampir serta menikmati suasana serta aneka makanan khas Tana Toraja yang dihadirkan. Biasanya pagi hari ada penjual nasi ketan berbungkus daun pisang yang disajikan dengan osengan kelapa.



Aroma biji kopi Toraja yang baru saja keluar dari mesin penggiling menyeruak di antara lorong-lorong pasar. Dan siapa yang dapat bertahan untuk tidak membeli cemilan manis berwarna coklat yang terbuat dari gula merah bertaburkan biji wijen. Pasangan serasi untuk mendampingi kopi pagi.

Sebelum meninggalkan pasar, berkarung-karung cabe serta lada katokkon, cabe super pedas berbentuk paprika mini wajib untuk dijadikan oleh-oleh. Setidaknya Mama saya selalu selalu menyimpannya untuk stok beberapa minggu ke depan.

Nah, itulah cerita dari sebagian pasar tradisional yang saya jelajahi di negeri ini. Rasanya saya perlu menulis edisi lanjutan, karena ada beberapa pasar yang belum sempat saya ceritakan. Pasar Ciwidey, Jawa Barat, Pasar Klandasan di Balikapapan, Pasar Cihapit, Bandung serta Pasar Johar Semarang adalah sebagian di antaranya.

Masih ingin menjelajah pasar tradisional?
Jawaban saya, 'masih'. List saya masih panjang.
Pasar-pasar tradisional impian saya masih menunggu, yaitu;
- Pasar Onan Balige, Sumatra Utara dengan arsitektur Batak yang dibangun tahun 1936.
- Pasar 16 Ilir serta Pasar Cinde, Palembang karya arsitek Thomas Karsten di tahun 1958
- Pasar Apung, Lok Baintan yang sangat unik.

Rasanya tidak terlalu sulit untuk mewujudkan impian tersebut. Sambil menikmati kue-kue tradisional yang saya beli pagi tadi di pasar komplek kami, saya mulai memilih jadwal penerbangan melalui aplikasi Skyscanner.  Mencari Tiket Pesawat Garuda Indonesia melalui aplikasi ini tentu akan menghemat waktu dan tenaga saya.
Ternyata tidak sulit sama sekali.
Dalam sekejap saya menemukan Tiket Pesawat Garuda yang saya perlukan hanya dengan beberapa sentuhan jari.
Rencana perjalanan menuju Pasar Onan Balige, akan segera menjadi kenyataan. Penerbangan dari Bandara Sukarno Hatta, Jakarta menuju Bandara Silangit di Siborong-borong dilanjutkan 30 menit perjalanan darat akan mengantar saya menuju Balige, Sumatera Utara. Sudah terbayang gurihnya Mie Gomak, manisnya Ombus-ombus serta legitnya Kue Lampet.

Setelah pemilihan tiket via aplikasi Skyscanner, yang paling menarik adalah link yang langsung menghubungkan kita dengan website Garuda Indonesia, sehingga pencarian tiket menjadi lebih afdol. Hal ini yang jarang saya temukan di aplikasi lainnya. Jadi harga yang nantinya kita bayar benar-benar 'jujur'.
Sebagai informasi, aplikasi Skyscanner ini tidak saja dapat digunakan untuk memesan tiket pesawat lho, tapi sekaligus juga dapat digunakan untuk memesan kamar hotel serta mencari sewa mobil.
Yang serunya lagi, berbagai tips perjalanan baik dalam maupun luar negeri dapat kita temukan dalam website Skyscanner. Gratis!

Baiklah, banyak yang perlu saya persiapkan sebelum kembali mengeksplorasi pasar-pasar tradisional di Nusantara ini.
Terima kasih Skyscanner, telah mempermudah saya dalam pengurusan Tiket Pesawat.
Untuk Teman-teman semua... Ayo sempatkan nikmati keunikan pasar tradisional dalam setiap perjalananmu. Mungkin kita bisa berpapasan, di pasar atau di jajanan kaki lima.
-------------------------------
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh ID Corners dan Skyscanner.

Comments

Wah artikelnya keren! Kebetulan saya juga suka jalan-jalan ke pasar karena unsur human insterest dan yang utama banyak jajanan lokal murah-murah, hehehe...

Sukses buat artikelnya moga menang lomba! :)
Vania said…
Terima Kasih, Gio.
Mudah-mudahan suatu saat kita papasan di pasar atau di tempat jajanan pasar ya :)
Artikelnya bgaus, gambarnya apalagi. Dari 9 yang disebutkan di atsa, saya baru mampir di 2 tempat, Pasar Badung dan Beringharjo.
Pasar tradisional memang tempat kita mengenal wajah sesungguhnya dari daerah tersebut.
Terima kasih sudah berbagi, mbak.

Selamat ya atas kemenangannya di Lomba Skyscanner.
Eko Nurhuda said…
Aduh, Pasar Gang Baru di Semarang itu pernah saya lewati, tapi kok nggak terlalu masuk-masuk ke dalam ya. Padahal ada banyak sekali harta karun kuliner di dalamnya. Waktu itu sudah kadung kepincut sama Pasar Semawis sih, jadi nggak berminat masuk. Apalagi tepat sebelumnya sudah blusukan di Pasar Prembaen yang namanya sudah saya kenal jauh sejak kecil semasa di Sumatera dari novel-novelnya Nh. Dini. Lain kali kalau ke Semarang lagi kudu spare waktu lebih lama buat eksplore pasar-pasar tradisionalnya. Sayang, Pasar Johar sudah dibongkar. Senasib dengan karya arsitektur Thomas Karsten di Palembang, Pasar 16 Ilir, yang dibongkar sebagian. Hiks.

Btw, selamat ya, Kak, artikel ini sukses jadi pemenang :)
Unknown said…
Ide travelingnya menarik kakak. Bisa dicoba nih. Salam kenal dan selamat ya uda menang lomba dari Skyscanner ^^
Nathalia DP said…
Keren! Selamat :)
ainun said…
wisata pasar ada serunya juga, bisa berinteraksi dengan warga lokalnya, apalagi kalo ada kulineran enak kayak gitu
Onix Octarina said…
Hallo mba, awalnya aku kepo gimana sih isi artikel dari pemenang pertama ID Corners, sampe bisa memikat hati juri.
Ini kali pertama baca blog http://v-recipes.blogspot.co.id, masa langsung jatuh hati saya-_-

Tulisannya well structured, idenya out of the box (disaat orang lain bahasnya jalan-jalan, ini malah esensinya dpt bgt), fotografinya juga oke (human interestnya bagus) terus ditambah perpaduan gambar dan tulisannya rapih. SUKAAA!!

Terus menulis mba :) Salam dr pembaca barumu hehe
Onix Octarina said…
Hallo mba, awalnya aku kepo gimana sih isi artikel dari pemenang pertama ID Corners, sampe bisa memikat hati juri.
Ini kali pertama baca blog http://v-recipes.blogspot.co.id, masa langsung jatuh hati saya-_-

Tulisannya well structured, idenya out of the box (disaat orang lain bahasnya jalan-jalan, ini malah esensinya dpt bgt), fotografinya juga oke (human interestnya bagus) terus ditambah perpaduan gambar dan tulisannya rapih. SUKAAA!!

Terus menulis mba :) Salam dr pembaca barumu hehe
Dyah said…
Pengin banget tuh ke Pasar Tomohon. Tapi kalau sampai sana, berani gak ya beli yang ekstrem itu... (Trus, gak tahu gimana masaknya juga.)
Vania said…
Terima kasih Mas Darius.
Ayooo... Mari menikmati eksotika pasar tradisional 🙏🏻
Vania said…
Nah pasangan tuh... Pasar Semawis dikunjungin sore-malam, Pasar Gg Baru dikunjungi pagi-siang😊😊

Makasih Mas Eko🙏🏻
Vania said…
Terima kasih🙏🏻 salam kenal juga.
Ayoo blusukan ke pasar😀😊
Vania said…
Terima kasih Nathalia🙏🏻
Vania said…
Bener banget.... Sambil interaksi, sambil kulineran👍🏽
Vania said…
Terima kasih Mbak🙏🏻
Vania said…
Terima kasih sudah mampir Mbak🙏🏻
Mudah2an kita sama2 semangat nulis ttg keindahan Indonesia🙏🏻
Vania said…
Mbak Diah, saya masuk ke pasar ekstrim, foto2 ama ngobrol2 aja.
Gak belanja apa2 di bagian itu, sekedar tahu & nambah wawasan aja.

Di sampingnya masih banyak jualan kue2 yg enak2 kog😀
Dinilint said…
Wah,, jadi laper bacanya.
Emang makanan di tiap2 pasar tradisional ini istimewa. Aku sendiri paling suka jajan jajanan pasar di pasar tradisional,, rasanya cenderung lebih enak,, pencariannya lebih menantang.
Seneng baca artikelnya tentang kulineran pasar. Jadi keinget masa kecil dulu, paling seneng kalau diajak ke pasar tradisional, trus beli janjanan hehe :D
Si Ogie said…
Ya ampunnn si kakakk! hahahaha Artikelnya bikin pengen blusukan lagi deh ke pasar-pasar buat nyari jajanan :(((( nanti ah Januari ku ke Yogya mau blusukan. ^^.

Salim dulu ^^
Ogie