Cerita Bumbu Dapur Indonesia

Setelah 30 purnama berlalu, akhirnya artikel ini saya 'pajang' di blog ini.
Ini adalah tulisan saya (sebelum diedit oleh pihak editor) yang kemudian tayang di Majalah Linkers, Citilink in-flight magazine, Juni 2017.
  
Saat itu saya berkesempatan menjadi salah satu kontributor untuk edisi kuliner tersebut. Tugas saya menulis tentang Bumbu Dapur Indonesia, termasuk sejarahnya. Dilengkapi pula dengan foto-foto hasil jepretan saya.
Enjoy!
-------------------------------------------
Rahasia Dapur Indonesia
Pagi tadi, sekantong belanjaan saya letakkan di atas meja dapur, kemudian satu persatu bahan masakan dari pasar tradisional, saya keluarkan. Selain bahan utama; ayam, kentang, telur, serta sayuran, menyusul satu persatu bumbu serta rempah saya letakkan pada satu wadah.
Ada beberapa batang sereh, sepotong lengkuas dan jahe, beberapa potong kunyit, kemiri, ketumbar, cengkeh dan tak lupa bawang putih dan bawang merah.
Terkesan saya akan masak besar hari ini. Jawabannya tidak. Itu adalah bahan-bahan yang saya perlukan untuk membuat soto ayam favorit keluarga kami.

Terlihat begitu rumit, tapi setelah diolah, dari bahan-bahan tersebut akan tersaji makanan berkuah gurih yang sangat lezat. Soto Ayam adalah salah satu menu berkuah khas Indonesia yang sangat kaya bumbu. Menu yang cukup populer dan digemari sepanjang masa.
Seperti halnya soto ayam, kekhasan masakan Indonesia terletak pada kekayaan rasa dan keragamannya. Pemakaian bumbu dapur juga aneka rempah merupakan kunci kelezatan cita rasa hidangan Indonesia dan keunikan itulah yang kemudian membedakan makan khas dari satu daerah dengan makanan dari daerah lainnya.
Ketersediaannya serta adanya berbagai pengaruh budaya memegang peranan penting dalam pemakaian aneka rempah tersebut.

Saat menyiapkan bumbu-bumbu soto; membersihkan, mengupas, memotong kemudian mengulek-nya, pikiran saya melayang dan teringat akan salah satu kalimat menarik pada film fiksi ilmiah ‘Dune’;
‘He who control the spice, controls the universe’. (Mereka yang menguasai rempahlah yang menguasai semesta). Kalimat tersebut kemudian membangunkan ingatan saya pada pelajaran masa SD-SMP mengenai jalur perdagangan, di masa para pelayar dari berbagai negara mencari dan berusaha menguasai rempah di tanah Maluku, hingga kedatangan Portugis.
Rempah dan aneka bumbu dapur adalah kekayaan yang begitu bernilai tinggi dan tidak dapat dihasilkan ataupun ditemukan di sembarang tempat.

Lalu mengapa tidak semua daerah di Nusantara ini menggunakan rempah yang tersedia tersebut. Ternyata cerita tentang penyebaran rempahlah yang kemudian mempengaruhi pemakaiannya pada masakan khas tiap daerah.

Jauh sebelum Portugis mendarat di Ternate, rombongan pedagang Arab telah lebih dahulu menikmati rempah-rempah di Maluku. Kemudian hadir pula para pedagang dari Cina, Malaka, Gujarat juga dari Jawa dan Makassar untuk berburu cengkeh dan pala yang banyak ditemukan di Maluku. Setelah berabad-abad lokasi rempah-rempah ini dirahasiakan oleh saudagar Arab dan Cina, kapal Portugis membuang sauhnya di Ternate (1512) disusul dengan datangnya kapal-kapal Spanyol dan kemudian disusul oleh kedatangan bangsa Inggris dan Belanda.

Jalur perdagangan rempah ini kemudian memberi banyak pengaruh pada khazanah kuliner daerah di Nusantara. Salah satu fakta menarik adalah bahwa Aceh yang awalnya hanya bertanam lada dan bukan penghasil rempah seperti halnya di Maluku, kemudian memiliki kuliner khas yang sangat kaya bumbu dan rempah. Bayangkan, masakan khas Aceh memakaian 20 lebih jenis rempah dalam satu jenis masakan.
Ternyata, ratusan tahun lalu Aceh pernah menjadi hub atau penghubung jalur pelayaran kapal-kapal pembawa rempah yang menghubungkan Maluku dengan India dan Arab, saat Portugis menguasai Malaka. Kapal-kapal pembawa rempah bersandar di pelabuhan di sana dan Acehpun menjadi tempat peleburan budaya, termasuk masakan yang menggunakan rempah-rempah sebagai sumber kelegitannya.

Pulau Jawa pun punya cerita yang berbeda tentang penggunaan rempah.
Kota-kota di bagian selatan Jawa seperti halnya Solo dan Yogyakarta tidak banyak menggunakan rempah kering. Berbeda dengan Pekalongan yang letaknya di pesisir utara dan sering didatangi pedagang Arab dan Cina, seni kuliner di daerah ini terpengaruh dengan budaya pedagang yang singgah di sana.

Sebagai pencinta kuliner yang seringkali penasaran dengan pemakaian bumbu dan rempah serta penggunaan metoda memasak yang dipilih warga lokal dalam mempersiapkan masakan khasnya, saya menemukan cerita-cerita menarik tentang penggunaan bumbu dan rempah pada beberapa masakan khas daerah di Indonesia.

Secara umum bumbu dapur Indonesia terbagi atas Bumbu Segar, Bumbu Kering dan Bumbu Buatan. Mari berkenalan dengan beberapa bumbu khas pada kuliner Indonesia.

Andaliman
Jika menemukan cita rasa pedas pada masakan khas Batak, dapat dipastikan pedas yang khas itu berasal dari andaliman.

Andaliman yang juga dikenal sebagai ‘merica batak’, menyatukan keberagaman masakan khas suku Batak. Bumbu ini digunakan hampir merata pada berbagai kuliner suku-suku di Sumatra Barat.
Biji andaliman sebesar merica, berwarna hijau cerah dengan ranting-ranting kecil. Bumbu dapur ini berasal dari pohon berduri mirip ceri dan dipetik selagi segar dan tahan disimpan beberapa hari. Warnanya akan berubah menjadi kehitaman jika sudah tua. Fakta yang cukup menarik adalah bahwa andaliman tumbuh secara alami, tidak dibudidayakan.

Penggunaan andaliman sebagai bumbu dapur ini cukup praktis. Cukup petiki biji yang segar dan utuh lalu haluskan bersama bumbu lain atau dapat pula dicampurkan ke dalam bumbu yang telah disiapkan sebelumnya. Bumbu satu ini tidak tergantikan oleh jenis bumbu lain misalnya digantikan cabai atau merica. Sensasi rasa pedas yang membuat ‘lidah bergetar’ itulah yang membuatnya unik dan khas.
Kaskas
Nama bumbu satu ini mungkin kurang populer di telinga masyarakat Indonesia. Tapi tahukan anda bahwa di balik lezatnya Kari Kambing yang cukup populer di Aceh, butiran-butiran rempah kaskas memegang peranan penting pada kegurihan dan empuknya daging kambing yang tersaji di setiap mangkok hidangan berkuah kental tersebut.

Kaskas berbentuk butiran yang cukup halus, mirip dengan pasir berwarna coklat kekuningan. Mungkin anda cukup mengenal ‘poppy seed’ yang berwarna hitam dan biasanya digunakan untuk bahan membuat kue. Kaskas yang juga dikenal sebagai ‘white poppy seed’ inipun adalah salah satu jenis biji dari tanaman poppy.

Di tempat asalnya di Timur Tengah, bumbu satu ini dikenal dengan sebutan kashakish, sementara orang Aceh menyebutnya koca-kaci.
Cerita tentang posisi Aceh yang pada masa lalu menjadi pelabuhan ‘transit’ kapal-kapal pembawa rempah antara Maluku dengan India dan Timur Tengah adalah jawaban tentang kehadiran kaskas yang merupakan rempah Timur Tengah di Tanah Rencong dan menjadi rempah andalan pada kuliner Aceh hingga kini.

Rampa-Rampa Campur
Rampa-rampa adalah bahasa Minahasa untuk menyebut rempah-rempah, yang sebenarnya maksudnya adalah bumbu.
Bila akan menanyakan bumbu apa yang dipakai dalam masakan tertentu, mereka akan bertutur,’Rampa-rampanya apa ya?’

Jadi Rampa-Rampa Campur adalah campuran bumbu-bumbu, dalam hal ini yang dimaksud adalah daun-daunan yang telah disatukan. Di daerah Minahasa, istilah Rampa-Rampa Campur cukup disingkat dengan RRC.

Kuartet bumbu serai, kemangi, daun kunyit dan daun jeruk yang dijual sepaket di pasar-pasar Sulawesi Utara inilah yang dikenal dengan Rampa-Rampa Campur. Mengapa keempatnya dijual sepaket?
Hampir semua masakan Minahasa menggunakan campuran daun-daunan ini, kemudian tinggal ditambahkan bumbu ataupun rempah non daun lainnya yang diperlukan pada masakan.
Lemon Cui
Sebenarnya ada berbagai jenis ‘jeruk kecil’ penambah aroma dan rasa pada kuliner Indonesia. Yang cukup populer adalah Jeruk Nipis, Jeruk Limau yang juga dikenal dengan Jeruk Sambal, Jeruk Purut dan Jeruk Lemon.
Di khazanah kuliner Minahasa, Jeruk Lemon Cui adalah yang paling populer. Rasanya menikmati ikan bakar maupun sambal di Sulawesi Utara kurang lengkap tanpa kucuran Lemon Cui. Jeruk ini memberi rasa segar pada masakan.

Dari segi bentuk, sepintas lemon cui adalah bentuk mini dari jeruk pontianak, dengan ukuran diameter 2-2,5 cm. Memiliki kulit yang tipis, berwarna hijau tua, licin dan daging buahnya lunak, berwarna orange.
Karena kandungan air yang cukup banyak, lemon cui pun dapat digunakan untuk membuat sajian minuman jeruk peras.

Kluwek
Buah berkulit keras berwarna coklat keabu-abuan ini cukup banyak digunakan pada berbagai jenis masakan Nusantara. Jika anda menemukan makanan berkuah ataupun berbumbu kehitaman, kemungkinan kluwek lah pemberi warna pekat tersebut juga memberi rasa gurih pada masakan.
Rawon khas Jawa Timur, Sop Konro khas Makassar, Pucung Gabus khas Betawi, Papiong (hidangan sayur-daging dalam bamboo) khas Toraja, Sulawesi Selatan, hingga Bubur Payang (kluwek) campur bunga blusut, hidangan khas Dayak adalah sebagian makanan khas Indonesia yang menggunakan kluwek sebagai salah satu bumbunya.

Bentuk buah kluwek ini menyerupai segitiga yang tumpul ujung-ujungnya. Dibalik kulit yang keras, kita akan menemukan daging buah yang lunak berwarna coklat tua kehitaman. Bagian isi inilah yang digunakan untuk memasak. Jika anda mampir ke beberapa pasar tradisional di Tana Toraja, anda dapat menemukan beberapa pedagang yang menjual isi kluwek, jadi tidak perlu lagi membeli buah-buah kluwek. Hanya saja, kluwek yang disimpan bersama kulitnya akan lebih awet.

Saat membeli kluwek, pilihlah yang ringan kemudian goyang-goyangkan kluwek, apabila terdengar bagian isi yang terguncang berarti kluwek sudah cukup tua dan siap untuk digunakan.
Tauco Pekolangan
Tauco merupakan salah satu jenis bumbu buatan yang dihasilkan dengan melalui proses fermentasi. Hadirnya jenis bumbu ini tidak lepas dari pengaruh Cina dalam khazanah kuliner Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia memproduksi tauco, yang memiliki keunikan rasa yang berbeda-beda.

Sebagai salah satu kota pesisir utara Jawa yang menjadi tempat persinggahan pedagang Cina pada masa perdagangan rempah, kuliner Pekalongan tentu terimbas dan tauco adalah salah satu hasil imbasan yang paling terlihat.

Di balik Tauto Pekalongan, soto yang sangat populer dengan cita rasa yang unik maka perlu diketahui bahwa tauco khas Pekalongan memegang peranan penting pada kelezatan kuah soto tersebut. Keunikan tauco Pekalongan adalah kepekatannya yang lebih dibandingkan dengan tauco pada umumnya, aromanya tajam, dan rasanya sedikit lebih manis karena tambahan gula merah pada proses pembuatannya.
Kayu Secang
Jika anda penggemar Bir Pletok, minuman hangat non alkohol khas Betawi, ataupun Bir Kocok khas Bogor, atau Wedang Secang khas Yogyakarta, tidak perlu lagi merasa khawatir dengan warna merah pada minuman-minuman tersebut, karena warna merah tersebut berasal dari pewarna alami kayu secang.

Apa sebenarnya kayu secang?
Kayu secang yang digunakan sebagai bumbu dapur berasal dari batang kayu Secang yang diserut halus hingga bergelombang.
Serutan kayu secang ini, jika direbus bersama air perebus wedang ataupun minuman tradisional lainnya, akan meninggalkan warna merah alami yang cantik sekaligus memberi rasa legit.

Tidak banyak informasi tentang kehadiran tanaman ini di Indonesia, yang pasti pohon secang pun sudah cukup lama ditanam di India, Asia Tenggara hingga Pasifik dan dimanfaatkan untuk keperluan kuliner dan pengobatan herbal karena khasiatnya yang cukup banyak bagi kesehatan.
Lada Katokkon
Sepintas bentuknya mirip dengan paprika mini. Di balik bentuknya yang terlihat menggemaskan, lada katokkon dikenal karena tingkat kepedasannya yang tinggi. Ke pasar tradisional manapun di Toraja, cabe jenis ini akan ditemukan.

Cabe super pedas ini tumbuh subur di dataran tinggi Tana Toraja, Sulawesi Selatan, dan dimanfaatkan pada berbagai jenis masakan khas Tana Toraja yang sebagian besar bercita rasa pedas. Sajian khas Toraja, tidak akan lengkap tanpa sentuhan lada katokkon ini. Kini lada katokkan dijual dalam kemasan botol kecil dan sangat cocok dijadikan oleh-oleh khas Tana Toraja.
-----------------
Akhirnya soto ayam masakan saya siap dinikmati.
Aneka bumbu dan rempah terpadu dengan harmonis, meresap dalam suwiran ayam dan kuah soto yang gurih. Tanpa bumbu dan rempah, tidak pernah akan tercipta hidangan khas Nusantara yang selalu kita rindukan.

Comments

AndrichardWS said…
Informasi tentang wisata-wisata di tanah papua mulai dari wisata alam, wisata kuliner, wisata belanja, dan masing banyak lagi... tunggu apalagi klik sekarang>> Jelajah Kota Jayapura