Jelajah Gizi Minahasa ep. 3/3 : Sarapan & Makan Siang ala Manado.
"Sangatlah penting bagi bangsa Indonesia mengenal dan menghargai kekayaan pangan yang kita miliki. Bukan saja untuk menumbuhkan kebanggaan kita, namun juga memahami bahwa di balik keberagaman pangan dan kekayaan kuliner lokal tersebut, terdapat nilai gizi yang tinggi dan kaya manfaat".
Arif Mujahidin
Communication Director Danone Indonesia.
Membaca pernyataan Pak Arif di atas, saya semakin bersyukur akan kekayaan dan keberagaman pangan dan kuliner Indonesia. Saya makin menyadari, masih banyak yang belum sempat saya kenali dengan baik, bahkan banyak yang belum saya ketahui sama sekali.
Menikmati hari terakhir #jelajahgiziminahasa di Manado, ibukota propinsi Sulawesi Utara dengan wisata kuliner dan menikmati icon kota Manado.
Pagi itu pesan terpenting di grup WA peserta adalah,'Nanti sarapannya sedikit aja kalau bisa, karena mau ke Bubur Manado. Tapi kalau yang sudah kenyang, bisa lihat cara pembuatannya saja'.
Haaa... cuma nonton tanpa mencobanya? Oh No...
Rasanya sayang kalau melewatkan sarapan khas Manado, di kota Manado. Maka pagi itu saya hanya minum secangkir kopi ditemani crapes. Bukan sarapan berat kan?
Tinutuan di Rumah Makan Wakeke.
Minggu pagi itu disambut rintik hujan, kami tiba salah satu warung makan di Lokasi Wisata Makanan Tinutuan Wakeke. Kami memasuki salah satu dari beberapa rumah makan yang berjejer di sepanjang jalan kecil sepanjang kurang lebih 1 km itu.
Kami mampir di Rumah Makan Wakekek.
Makanan andalan di tempat ini tidak hanya Bubur Manado atau dikenal dengan Tinutuan, tapi juga Mie Cakalang.
Tinutuan berbahan utama beras yang dicampur dengan berbagai jenis sayuran dan tidak mengandung daging. Jadi termasuk Vegetarian Food. Makanan ini bisa menjadi makanan pergaulan antar kelompok masyarakat di Manado. Biasanya disajikan pada pagi hari untuk sarapan, dengan berbagai perlengkapan hidangan seperti ikan asin dan sambal dabu-dabu.
Kami pun berkesempatan menengok pembuatan Bubur Manado ini.
Untuk saya, yang cukup special dari Bubur Manado ini (dibanding dengan yang biasa saya coba di luar Propinsi Sulawesi Utara) adalah Labu Kuning (di Manado dikenal dengan nama Sambiki) yang biasanya dimasak dalam bentuk potongan kotak, di tempat ini labu kuning dihaluskan dan dimasak bersama beras. Selain itu terdapat daun gedi yang memang hanya ada di Manado.
Di tempat ini kami pun berkesempatan belajar pembuatan sambal dabu-dabu dan sambal roa.
Berburu Oleh-oleh khas Minahasa.
Karena ini adalah hari terakhir perjalanan #jelajahgiziminahasa, kami pun berkesempatan berbelanja oleh-oleh di Pusat Penjualan Oleh-Oleh Khas Manado, tepatnya di Merciful Building.
Beberapa rekan langsung menuju lemari pendingin berisi klapertaart. Sebagian lainnya sibuk dengan aneka kue kering seperti bagea dan beberapa varian kue sago.
Saya sendiri, memilih membeli aneka produk dari pala. Mulai dari dua jenis sirup pala dan manisan pala. Tak lupa beberapa lembar kartu pos dan gantungan kunci untuk anak-anak saya.
Pusat oleh-oleh ini sendiri cukup lengkap. Mulai dari produk makanan-minuman khas Manado, hingga kerajinan tangan tersedia. Hanya saja, jangan berharap untuk mendapatkan produk-produk laut seperti ikan cakalang fufu atau ikan roa asap, karena tidak tersedia di sini.
Pernah tahu Nasi Kuning Khas Manado?
Jujur saja, ini pertama kali saya mencoba. Dan ternyata cukup enak.
Begitu kami tiba di Rumah Makan 'Selamat Pagi' untuk makan siang, piring berisi 'kantung daun' berjejer rapih di meja makan. Penasaran sekali seperti apa isinya.
Maka satu persatu dari kami mulai membuka si kantung rahasia itu.
Ternyata inilah isi si kantung daun itu.
Nasi Kuning khas Manado, disajikan dengan cacahan daging yang rasanya agak manis dan telur rebus. Ada sedikit taburan, 'kemungkinan' kentang goreng di atasnya. Tak lupa, sambal yang kemudian menjadi favorit kami. Daun pembungkus yang digunakan ternyata adalah daun woku. Cukup unik dan sangat mengenyangkan.
Karena begitu terkesan dengan sajian ini, saya memutuskan membawa 4 bungkus nasi kuning ini ke Jakarta, yang kemudian tersaji di meja makan rumah kami pada malam harinya.
Jembatan Ir. Sukarno, Icon Kota Manado.
Ini adalah persinggahan kami yang terakhir sebelum menuju Bandara Sam Ratulangi.
Dengan panjang 1,127km, Jembatan Ir. Sukarno ini menjadi icon baru kota Manado. Ya, ...jembatan dengan struktur beton dan kabel ini baru diresmikan pada bulan Mei 2015. Jembatan ini pun menjadi target para wisatawan untuk dikunjungi. Trotoar tersedia di kedua sisi jalan, sehingga memudahkan kami untuk menikmati pemandangan di kedua sisi jembatan.
Pasar Bersehati terletak di bagian bawah jembatan dengan latar belakang permukiman padat yang di cat warna-warni. Banyak pemandangan yang cukup menarik di sisi ini. Melihat banyak kapal nelayan maupun kapal wisata berseliweran menjadi salah satu pilihan.
Dari sisi lainnya kita dapat melihat ke arah Teluk Manado, di mana dari kejauhan kita dapat melihat Pulau Manado Tua and Pulau Bunaken. Indah!
Ini menjadi pemandangan penutup perjalanan 3 hari 2 malam kami. Perjalanan yang sangat menyenangkan, dan kaya pengetahuan.
Arif Mujahidin
Communication Director Danone Indonesia.
Membaca pernyataan Pak Arif di atas, saya semakin bersyukur akan kekayaan dan keberagaman pangan dan kuliner Indonesia. Saya makin menyadari, masih banyak yang belum sempat saya kenali dengan baik, bahkan banyak yang belum saya ketahui sama sekali.
Menikmati hari terakhir #jelajahgiziminahasa di Manado, ibukota propinsi Sulawesi Utara dengan wisata kuliner dan menikmati icon kota Manado.
Pagi itu pesan terpenting di grup WA peserta adalah,'Nanti sarapannya sedikit aja kalau bisa, karena mau ke Bubur Manado. Tapi kalau yang sudah kenyang, bisa lihat cara pembuatannya saja'.
Haaa... cuma nonton tanpa mencobanya? Oh No...
Rasanya sayang kalau melewatkan sarapan khas Manado, di kota Manado. Maka pagi itu saya hanya minum secangkir kopi ditemani crapes. Bukan sarapan berat kan?
Tinutuan di Rumah Makan Wakeke.
Minggu pagi itu disambut rintik hujan, kami tiba salah satu warung makan di Lokasi Wisata Makanan Tinutuan Wakeke. Kami memasuki salah satu dari beberapa rumah makan yang berjejer di sepanjang jalan kecil sepanjang kurang lebih 1 km itu.
Kami mampir di Rumah Makan Wakekek.
Makanan andalan di tempat ini tidak hanya Bubur Manado atau dikenal dengan Tinutuan, tapi juga Mie Cakalang.
Tinutuan berbahan utama beras yang dicampur dengan berbagai jenis sayuran dan tidak mengandung daging. Jadi termasuk Vegetarian Food. Makanan ini bisa menjadi makanan pergaulan antar kelompok masyarakat di Manado. Biasanya disajikan pada pagi hari untuk sarapan, dengan berbagai perlengkapan hidangan seperti ikan asin dan sambal dabu-dabu.
Kami pun berkesempatan menengok pembuatan Bubur Manado ini.
Untuk saya, yang cukup special dari Bubur Manado ini (dibanding dengan yang biasa saya coba di luar Propinsi Sulawesi Utara) adalah Labu Kuning (di Manado dikenal dengan nama Sambiki) yang biasanya dimasak dalam bentuk potongan kotak, di tempat ini labu kuning dihaluskan dan dimasak bersama beras. Selain itu terdapat daun gedi yang memang hanya ada di Manado.
Di tempat ini kami pun berkesempatan belajar pembuatan sambal dabu-dabu dan sambal roa.
Bubur Manado atau Tinutuan (kiri) dan Mie Cakalang (kanan) |
Lezatnya Bubur Manado Asli :) |
Karena ini adalah hari terakhir perjalanan #jelajahgiziminahasa, kami pun berkesempatan berbelanja oleh-oleh di Pusat Penjualan Oleh-Oleh Khas Manado, tepatnya di Merciful Building.
Beberapa rekan langsung menuju lemari pendingin berisi klapertaart. Sebagian lainnya sibuk dengan aneka kue kering seperti bagea dan beberapa varian kue sago.
Saya sendiri, memilih membeli aneka produk dari pala. Mulai dari dua jenis sirup pala dan manisan pala. Tak lupa beberapa lembar kartu pos dan gantungan kunci untuk anak-anak saya.
Pusat oleh-oleh ini sendiri cukup lengkap. Mulai dari produk makanan-minuman khas Manado, hingga kerajinan tangan tersedia. Hanya saja, jangan berharap untuk mendapatkan produk-produk laut seperti ikan cakalang fufu atau ikan roa asap, karena tidak tersedia di sini.
Nasi Kuning Khas Manado
Pernah tahu Nasi Kuning Khas Manado?
Jujur saja, ini pertama kali saya mencoba. Dan ternyata cukup enak.
Begitu kami tiba di Rumah Makan 'Selamat Pagi' untuk makan siang, piring berisi 'kantung daun' berjejer rapih di meja makan. Penasaran sekali seperti apa isinya.
Maka satu persatu dari kami mulai membuka si kantung rahasia itu.
Ternyata inilah isi si kantung daun itu.
Nasi Kuning khas Manado, disajikan dengan cacahan daging yang rasanya agak manis dan telur rebus. Ada sedikit taburan, 'kemungkinan' kentang goreng di atasnya. Tak lupa, sambal yang kemudian menjadi favorit kami. Daun pembungkus yang digunakan ternyata adalah daun woku. Cukup unik dan sangat mengenyangkan.
Karena begitu terkesan dengan sajian ini, saya memutuskan membawa 4 bungkus nasi kuning ini ke Jakarta, yang kemudian tersaji di meja makan rumah kami pada malam harinya.
Jembatan Ir. Sukarno, Icon Kota Manado.
Ini adalah persinggahan kami yang terakhir sebelum menuju Bandara Sam Ratulangi.
Dengan panjang 1,127km, Jembatan Ir. Sukarno ini menjadi icon baru kota Manado. Ya, ...jembatan dengan struktur beton dan kabel ini baru diresmikan pada bulan Mei 2015. Jembatan ini pun menjadi target para wisatawan untuk dikunjungi. Trotoar tersedia di kedua sisi jalan, sehingga memudahkan kami untuk menikmati pemandangan di kedua sisi jembatan.
Pasar Bersehati terletak di bagian bawah jembatan dengan latar belakang permukiman padat yang di cat warna-warni. Banyak pemandangan yang cukup menarik di sisi ini. Melihat banyak kapal nelayan maupun kapal wisata berseliweran menjadi salah satu pilihan.
Dari sisi lainnya kita dapat melihat ke arah Teluk Manado, di mana dari kejauhan kita dapat melihat Pulau Manado Tua and Pulau Bunaken. Indah!
Ini menjadi pemandangan penutup perjalanan 3 hari 2 malam kami. Perjalanan yang sangat menyenangkan, dan kaya pengetahuan.
Kredit Foto : FB Nutrisi Bangsa, Sari Husada. |
Makase untuk semua pihak yang telah mempersiapkan perjalanan ini. Buat panitia, SariHusada dan DetikCom, juga untuk semua Teman-teman seperjalanan, Bloggers dan Rekan Media, Terima Kasih.
Mudah-mudahan saya bisa ikut dalam program #jelajahgizi tahun depan.
Comments